JAKARTA, KOMPAS.com - Tawuran pecah lagi di Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat, Senin (18/4/2011). Patroli rutin aparat pemerintah dan kepolisian jelas tidak bisa mengantisipasi tawuran di Tanah Tinggi. Akademisi diminta turun ke lapangan menggunakan ilmunya untuk membedah sisi sosial masyarakat setempat dan menemukan solusi. Pada pagi hari, pukul 07.00, perkelahian massal terjadi antara RW 12 dan RW 07. Sorenya, sekitar pukul 17.30, tawuran warga berpindah tempat ke Jalan T. Keduanya di Kelurahan Tanah Tinggi. Senin pagi kemarin warga yang siap beraktivitas tiba-tiba dikejutkan oleh batu-batu yang beterbangan. Saya dengar ribut-ribut sekitar pukul 07.00. Terus ada batu- batu di lempar ke arah sini. Sudahlah, saya sembunyi saja, kata Toni (31), warga RW 12. Toni memilih menutup kembali lapak nasinya dengan terpal dan masuk ke rumah kontrakan bersama istrinya, Weni. Menurut Toni, suasana panas sudah terasa sejak Jumat pekan lalu. Jumat malam itu, aparat dari kecamatan, kelurahan, beberapa lembaga swadaya masyarakat, dan polisi berjaga-jaga hingga Sabtu pagi. Penjagaan secara ketat itu dilanjutkan pada Sabtu malam. Camat Johar Baru Suyanto Budi Roso mengatakan, sepanjang akhir pekan lalu, pihaknya memang meningkatkan pengawasan di Tanah Tinggi. Menurut dia, pada Sabtu malam hingga Minggu dini hari, suasana sudah aman. Tiba-tiba ada informasi dari warga setempat bahwa ada empat pemuda yang melemparkan molotov di RW 12. Waktu kami datangi, ternyata sepertinya memang ada yang mencoba memancing kerusuhan, provokator, kata Suyanto. Menurut dia, para provokator itu kadang tiba-tiba datang dan menggedor pagar atau pintu warga. Warga yang terpancing emosinya menduga bahwa pelaku berasal dari RT, RW, atau kampung sebelah. Warga pun membalas dengan membabi buta dan pecahlah tawuran. Pengetahuan dapat memberikan keuntungan yang nyata. Untuk memastikan Anda mendapat informasi tentang
, terus membaca.
Tidak ada motif yang jelas dari kedua belah pihak, tutur Kepala Kepolisian Sektor Johar Baru Komisaris Suyatno. Suyatno menambahkan, dari hasil penyisiran polisi terhadap rumah-rumah warga RW 12 dan RW 07, disita celurit, bambu kawat berduri, molotov, tombak, dan minuman keras. Pendekatan akademisi Sepanjang 2010 hingga April 2011, sedikitnya terjadi 11 kali tawuran di Tanah Tinggi. Menurut Camat Johar Baru, ada tiga tempat yang menjadi langganan tempat tawuran, yaitu Jalan T, pertigaan Baladewa, dan RW 12. Selain persuasif, seperti posko antitawuran, kegiatan bersama antarwarga, sampai kegiatan siskamling bareng, perlu juga penegakan hukum, kata Suyanto. Kalau perlu, lanjutnya, penyisiran untuk menjaring senjata tajam, minuman keras, hingga narkoba perlu rutin dilakukan oleh penegak hukum. Pemilik barang-barang terlarang harus diproses secara hukum sehingga timbul efek jera. Di sisi lain, Kepala Kepolisian Sektor Johar Baru menegaskan, warga diharap tidak mudah terprovokasi. Kalau ada yang mencurigakan, cepat hubungi kami, katanya. Sebelumnya, psikolog forensik, Reza Indragiri Amriel, mengatakan, perkelahian merupakan wajah lain dari duplikasi kekerasan oleh masyarakat kalangan atas, seperti korupsi. Kekerasan itu tidak terselesaikan dengan baik oleh aparat dan akhirnya masyarakat meniru. Psikolog Lia Sutisna Latif melihat bahwa masalah tawuran ini bisa diselesaikan, antara lain, dengan penataan ulang permukiman yang kerap terjadi tawuran. Namun, penataan permukiman harus diikuti dengan pembekalan bagi warganya. Suyanto menegaskan, para akademisi memang perlu berkiprah turun langsung mempelajari dan menganalisis masalah di Johar Baru. Psikolog, kriminolog, dan sosiolog, misalnya, dianggap paling bisa memetakan masalah serta menemukan solusi yang tepat. (NEL)
, terus membaca.
Tidak ada motif yang jelas dari kedua belah pihak, tutur Kepala Kepolisian Sektor Johar Baru Komisaris Suyatno. Suyatno menambahkan, dari hasil penyisiran polisi terhadap rumah-rumah warga RW 12 dan RW 07, disita celurit, bambu kawat berduri, molotov, tombak, dan minuman keras. Pendekatan akademisi Sepanjang 2010 hingga April 2011, sedikitnya terjadi 11 kali tawuran di Tanah Tinggi. Menurut Camat Johar Baru, ada tiga tempat yang menjadi langganan tempat tawuran, yaitu Jalan T, pertigaan Baladewa, dan RW 12. Selain persuasif, seperti posko antitawuran, kegiatan bersama antarwarga, sampai kegiatan siskamling bareng, perlu juga penegakan hukum, kata Suyanto. Kalau perlu, lanjutnya, penyisiran untuk menjaring senjata tajam, minuman keras, hingga narkoba perlu rutin dilakukan oleh penegak hukum. Pemilik barang-barang terlarang harus diproses secara hukum sehingga timbul efek jera. Di sisi lain, Kepala Kepolisian Sektor Johar Baru menegaskan, warga diharap tidak mudah terprovokasi. Kalau ada yang mencurigakan, cepat hubungi kami, katanya. Sebelumnya, psikolog forensik, Reza Indragiri Amriel, mengatakan, perkelahian merupakan wajah lain dari duplikasi kekerasan oleh masyarakat kalangan atas, seperti korupsi. Kekerasan itu tidak terselesaikan dengan baik oleh aparat dan akhirnya masyarakat meniru. Psikolog Lia Sutisna Latif melihat bahwa masalah tawuran ini bisa diselesaikan, antara lain, dengan penataan ulang permukiman yang kerap terjadi tawuran. Namun, penataan permukiman harus diikuti dengan pembekalan bagi warganya. Suyanto menegaskan, para akademisi memang perlu berkiprah turun langsung mempelajari dan menganalisis masalah di Johar Baru. Psikolog, kriminolog, dan sosiolog, misalnya, dianggap paling bisa memetakan masalah serta menemukan solusi yang tepat. (NEL)
No comments:
Post a Comment