Mungkinkah kasus yang membelit Citibank saat ini bisa berujung pada pencabutan izin? Pertanyaan ini muncul terkait pertemuan Bank Indonesia (BI), Citibank, dan DPR. Dalam rapat, DPR berkali-kali meminta BI bertindak keras dengan mencabut izin bank asal Amerika Serikat ini. Harry Azhar Azis, Wakil Ketua Komisi XI mengatakan, jika keterangan Shariq Mukhtar mengenai penyebab kematian Irzen Octa, bertolak belakang dengan investigasi kepolisian, BI harus memulai proses mengeluarkan Citibank dari negeri ini. "Jika keterangan Shariq tidak benar, berarti Citibank telah melakukan pembohongan publik. Kami akan meminta BI mencabut izin bank tersebut," kata dia. Anggota komisi yang lain juga meneriakkan tuntutan senada. Shariq adalah Country Officer Citibank Indonesia. Dalam keterangan resmi ia mengklaim tidak ada kekerasan fisik terhadap korban. Ia juga menjamin Citibank menerapkan standar etika tertinggi dalam berhubungan dengan para nasabah. Tapi akhirnya, ia sendiri meragukan klaim itu ketika DPR terus mencecar soal alat bukti yang bisa mendukung klaim terwebut. Terlepas motivasi anggota dewan mengeluarkan gertakan itu dan bagaimana kelak proses politik berjalan, tulisan ini hendak menjawab bagaimana sesungguhnya proses pencabutan izin sebuah bank dilakukan. Jika kita membuka regulasi, sejatinya tidak ada aturan yang menyebutkan adanya pencabutan izin bank lantaran direksi memberikan keterangan bohong. Paling maksimal, si pejabat itu terkena sanksi. Aturan BI membedakan antara kesalahan individu dan institusi. Kesalahan individu tidak serta merta berdampak pada masa depan institusi. Artinya, direksi bisa saja dihukum seberat-beratnya lantaran berbohong atau sebab lain, tapi bukan karena alasan itu regulator menutup bank. Kesalahan perbankan yang berdampak pada pembekuan izin, lebih terkait pada aspek kesehatan bank. Ini memang lebih berhubungan dengan profil risiko. Semoga informasi yang disajikan sejauh ini berlaku. Anda juga mungkin ingin mempertimbangkan hal berikut:
Hal ini diatur di Peraturan BI tentang tindak lanjut pengawasan bank. Dalam aturan ini BI membuat tiga kategori, yakni bank dalam pengawasan intensif, di bawah pengawasan khusus (DPK) dan tidak dapat disehatkan kembali. Ketiganya saling berkaitan. Jika dalam jangka waktu setahun gagal keluar dari status pengawasan intensif, ia akan masuk ke pengawasan khusus. Selanjutnya, jika dalam tempo tiga bulan gagal memperbaiki diri, bank yang dalam pengawasan khusus bisa berujung pada status tak bisa disehatkan. Disinilah hidup bank berakhir. Sekali lagi, status bank dalam pengawasan intensif dan pengawasan khusus lebih banyak berkaitan dengan rasio kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM), modal inti, rasio giro wajib minimum dan tingkat kesehatan bank. Apakah nyawa Citibank bisa dicabut lewat cara ini? Mungkin saja. Tergantung akhir kasus ini. Misalkan, penyelidikan membuktikan kematian Irzan terkait Citibank, bank sentral bisa memberikan sanksi keras pada pengurus dan institusinya. Sanksi ke institusi bisa berupa pembekuan kegiatan usaha tertentu pada bank bersangkutan. Nah, sampai pada titik ini, Citibank menghadapi risiko reputasi. Dia bisa kehilangan kepercayaan dari para nasabahnya. Kondisi ini bisa berakhir dengan penarikan dana (rush). Ujung-ujungnya, masuk ke ruang perawatan BI. Di sinilah keterkaitannya. Alat hukum lain yang bisa digunakan dalam menangani kasus ini adalah Undang Undang Perbankan nomor 10 tahun 1998 pasal 52. Beleid tersebut menyebutkan, jika bank tidak memenuhi kewajiban sebagaimana diatur UU perbankan, pimpinan BI dapat mencabut usaha yang bersangkutan. Yang dimaksud sebagai kewajiban bank beragam, termasuk perlindungan terhadap nasabah dan mematuhi aturan main yang ditetapkan BI. Kasus Melinda Dee dan kematian Irzan bisa ditafsirkan sebagai pengingkaran atas kewajiban itu. Jika berbagai payung hukum itu masih kurang menyakinkan, BI tetap bisa mencabut izin dengan alasan membuat terobosan hukum baru. Ini sangat dimungkinkan dan bukan sesuatu yang janggal dalam dunia hukum. Jadi, apakah Citibank mungkin ditutup? Semuanya ada di tangan BI. (Nurul Kolbi/Kontan)
Hal ini diatur di Peraturan BI tentang tindak lanjut pengawasan bank. Dalam aturan ini BI membuat tiga kategori, yakni bank dalam pengawasan intensif, di bawah pengawasan khusus (DPK) dan tidak dapat disehatkan kembali. Ketiganya saling berkaitan. Jika dalam jangka waktu setahun gagal keluar dari status pengawasan intensif, ia akan masuk ke pengawasan khusus. Selanjutnya, jika dalam tempo tiga bulan gagal memperbaiki diri, bank yang dalam pengawasan khusus bisa berujung pada status tak bisa disehatkan. Disinilah hidup bank berakhir. Sekali lagi, status bank dalam pengawasan intensif dan pengawasan khusus lebih banyak berkaitan dengan rasio kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM), modal inti, rasio giro wajib minimum dan tingkat kesehatan bank. Apakah nyawa Citibank bisa dicabut lewat cara ini? Mungkin saja. Tergantung akhir kasus ini. Misalkan, penyelidikan membuktikan kematian Irzan terkait Citibank, bank sentral bisa memberikan sanksi keras pada pengurus dan institusinya. Sanksi ke institusi bisa berupa pembekuan kegiatan usaha tertentu pada bank bersangkutan. Nah, sampai pada titik ini, Citibank menghadapi risiko reputasi. Dia bisa kehilangan kepercayaan dari para nasabahnya. Kondisi ini bisa berakhir dengan penarikan dana (rush). Ujung-ujungnya, masuk ke ruang perawatan BI. Di sinilah keterkaitannya. Alat hukum lain yang bisa digunakan dalam menangani kasus ini adalah Undang Undang Perbankan nomor 10 tahun 1998 pasal 52. Beleid tersebut menyebutkan, jika bank tidak memenuhi kewajiban sebagaimana diatur UU perbankan, pimpinan BI dapat mencabut usaha yang bersangkutan. Yang dimaksud sebagai kewajiban bank beragam, termasuk perlindungan terhadap nasabah dan mematuhi aturan main yang ditetapkan BI. Kasus Melinda Dee dan kematian Irzan bisa ditafsirkan sebagai pengingkaran atas kewajiban itu. Jika berbagai payung hukum itu masih kurang menyakinkan, BI tetap bisa mencabut izin dengan alasan membuat terobosan hukum baru. Ini sangat dimungkinkan dan bukan sesuatu yang janggal dalam dunia hukum. Jadi, apakah Citibank mungkin ditutup? Semuanya ada di tangan BI. (Nurul Kolbi/Kontan)
No comments:
Post a Comment