PALEMBANG, KOMPAS.com " Dewan Pers selama tahun 2010 menangani sedikitnya 66 kasus kekerasan yang dialami jurnalis dan media massa.
"Dewan Pers mendorong agar semua pihak dapat menghormati profesipers dan melindungi kebebasan pers, serta penegak hukum dapatmengungkapkan kasus kekerasan, termasuk pembunuhan terhadap wartawan,"kata Agus Sudibyo, anggota Dewan Pers, di Komisi Pengaduan Masyarakatdan Penegakan Etika Pers, dalam sosialisasi Standar Kompetensi Wartawandi Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (7/4/2011). Agus Sudibyo merinci, sebanyak 66 kasus kekerasan terhadap wartawan itu di antaranya berupa kekerasan fisik, kekerasan verbal atau ancaman, perusakan peralatan, perusakan terhadap kantor media massa, dan bahkan sampai pada pembunuhan wartawan. Agus yang juga Wakil Direktur Yayasan SET Jakarta itu menyebutkan, pihaknya akan selalu mempertanyakan penanganan hukum atas kasus kekerasan dan pembunuhan terhadap wartawan yang tidak tuntas dan tidak diketahui pelakunya sampai sekarang. Dia mencontohkan kasus terbunuhnya wartawan SUN TV, Ridwan Salamun, pada 21 Agustus 2010 di Desa Fiditan, Kecamatan Dullah Utara, Kota Tual, Maluku. Ridwan tewas saat meliput bentrokan antarwarga di kompleks Banda Eli dan Dusun Mangun di Desa Fiditin, Kota Tual, akibat bacokan dan hantaman benda tumpul. Apakah semuanya masuk akal sejauh ini? Jika tidak, aku yakin bahwa hanya dengan membaca sedikit lebih, semua fakta akan jatuh ke tempatnya.
Majelis hakim membebaskan tiga terdakwa, yang hanya mendapatkan tuntutan delapan bulan penjara dan denda Rp 1.000. Hal ini bagi keluarga korban merupakan sebuah tuntutan yang terlalu ringan bagi terdakwa pembunuhan sehingga memicu reaksi protes dari kalangan wartawan di berbagai daerah. Agus juga menyebutkan, kematian wartawan harian Bernas Yogyakarta, Fuad Muhammad Syafrudin alias Udin, pada 16 Agustus 1996 lalu, hingga sekarang tidak diketahui pelakunya. "Sudah lewat 15 tahun, kasus kematian Udin sampai sekarang tidak jelas pembunuhnya, bahkan presiden sudah lima kali berganti tidak juga bisa mengungkapkan siapa pelakunya," ujar Agus lagi. Namun, Agus juga mengingatkan, Dewan Pers juga menemukan kekerasan terhadap jurnalis yang dipicu atau didahului oleh tindakan yang tidak profesional dari jurnalis itu sendiri, seperti mengumpat, melanggar privasi, membenturkan kamera, bahkan memukul narasumber atau orang lain lebih dulu. "Negara juga tidak dapat memberikan jaminan keamanan, bahkan cenderung melakukan pembiaran, serta ada jurnalis yang kurang profesional atau kurang etis dalam melaksanakan tugas jurnalistik," kata Agus pula. Dia juga mengingatkan agar media tempat wartawan itu bekerja tidak lalai dalam memberikan fasilitas, kesejahteraan, jaminan keamanan, pengetahuan, dan bantuan hukum yang memadai, saat menghadapi masalah dan menjadi korban tindak kekerasan seperti itu. Sosialisasi di Palembang ini menghadirkan pula dua narasumber lain, Wina Armada Sukardi, anggota Dewan Pers yang juga Ketua Tim Perumus Standar Kompetensi Wartawan, dan Petrus Suryadi Sutrisno, pengajar pada Lembaga Pers Dr Sutomo (LPDS) Jakarta. Pimpinan media massa cetak dan elektronik, termasuk media online, kantor berita, wakil organisasi pers, dan penerbit surat kabar di Sumsel diundang mengikuti sosialisasi tersebut untuk menindaklanjuti salah satu kesepakatan Piagam Palembang hasil dari peringatan Hari Pers Nasional di daerah ini tahun 2010 lalu.
"Dewan Pers mendorong agar semua pihak dapat menghormati profesipers dan melindungi kebebasan pers, serta penegak hukum dapatmengungkapkan kasus kekerasan, termasuk pembunuhan terhadap wartawan,"kata Agus Sudibyo, anggota Dewan Pers, di Komisi Pengaduan Masyarakatdan Penegakan Etika Pers, dalam sosialisasi Standar Kompetensi Wartawandi Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (7/4/2011). Agus Sudibyo merinci, sebanyak 66 kasus kekerasan terhadap wartawan itu di antaranya berupa kekerasan fisik, kekerasan verbal atau ancaman, perusakan peralatan, perusakan terhadap kantor media massa, dan bahkan sampai pada pembunuhan wartawan. Agus yang juga Wakil Direktur Yayasan SET Jakarta itu menyebutkan, pihaknya akan selalu mempertanyakan penanganan hukum atas kasus kekerasan dan pembunuhan terhadap wartawan yang tidak tuntas dan tidak diketahui pelakunya sampai sekarang. Dia mencontohkan kasus terbunuhnya wartawan SUN TV, Ridwan Salamun, pada 21 Agustus 2010 di Desa Fiditan, Kecamatan Dullah Utara, Kota Tual, Maluku. Ridwan tewas saat meliput bentrokan antarwarga di kompleks Banda Eli dan Dusun Mangun di Desa Fiditin, Kota Tual, akibat bacokan dan hantaman benda tumpul. Apakah semuanya masuk akal sejauh ini? Jika tidak, aku yakin bahwa hanya dengan membaca sedikit lebih, semua fakta akan jatuh ke tempatnya.
Majelis hakim membebaskan tiga terdakwa, yang hanya mendapatkan tuntutan delapan bulan penjara dan denda Rp 1.000. Hal ini bagi keluarga korban merupakan sebuah tuntutan yang terlalu ringan bagi terdakwa pembunuhan sehingga memicu reaksi protes dari kalangan wartawan di berbagai daerah. Agus juga menyebutkan, kematian wartawan harian Bernas Yogyakarta, Fuad Muhammad Syafrudin alias Udin, pada 16 Agustus 1996 lalu, hingga sekarang tidak diketahui pelakunya. "Sudah lewat 15 tahun, kasus kematian Udin sampai sekarang tidak jelas pembunuhnya, bahkan presiden sudah lima kali berganti tidak juga bisa mengungkapkan siapa pelakunya," ujar Agus lagi. Namun, Agus juga mengingatkan, Dewan Pers juga menemukan kekerasan terhadap jurnalis yang dipicu atau didahului oleh tindakan yang tidak profesional dari jurnalis itu sendiri, seperti mengumpat, melanggar privasi, membenturkan kamera, bahkan memukul narasumber atau orang lain lebih dulu. "Negara juga tidak dapat memberikan jaminan keamanan, bahkan cenderung melakukan pembiaran, serta ada jurnalis yang kurang profesional atau kurang etis dalam melaksanakan tugas jurnalistik," kata Agus pula. Dia juga mengingatkan agar media tempat wartawan itu bekerja tidak lalai dalam memberikan fasilitas, kesejahteraan, jaminan keamanan, pengetahuan, dan bantuan hukum yang memadai, saat menghadapi masalah dan menjadi korban tindak kekerasan seperti itu. Sosialisasi di Palembang ini menghadirkan pula dua narasumber lain, Wina Armada Sukardi, anggota Dewan Pers yang juga Ketua Tim Perumus Standar Kompetensi Wartawan, dan Petrus Suryadi Sutrisno, pengajar pada Lembaga Pers Dr Sutomo (LPDS) Jakarta. Pimpinan media massa cetak dan elektronik, termasuk media online, kantor berita, wakil organisasi pers, dan penerbit surat kabar di Sumsel diundang mengikuti sosialisasi tersebut untuk menindaklanjuti salah satu kesepakatan Piagam Palembang hasil dari peringatan Hari Pers Nasional di daerah ini tahun 2010 lalu.
No comments:
Post a Comment