SEMARANG, KOMPAS.com--Paguyuban Sarutomo, Dusun Juggul, Desa Bandungan, Kecamatan Ambarawa, Jateng, menggelar ritual tahunan berupa pembersihan alat-alat kesenian tradisional kuda lumping bernama "Kiai Blaret". Perangkat tersebut berupa cambuk, "Gagak Rimang", reog berbentuk kepala kerbau, serta kuda lumping, dalam rangka menyambut Ramadhan, kata Ketua Panitia Pelaksana Jamasan "Kiai Blaret" dan "Gagak Rimang, Much Khuyin, Selasa. Upacara jamasan digelar secara khidmat selama satu jam di Sendang Kalipawon, salah satu mata air penghidupan warga Dusun Junggul dengan disaksikan oleh ratusan warga sekitar. Peralatan kuda lumping ini diyakini sebagai benda-benda peninggalan nenek moyang mereka dan perlu dibersihkan sebagai upaya melestarikan budaya peninggalan leluhur. Prosesi jamasan ini ditandai dengan iring-iringan para sesepuh desa dan penari kuda lumping beserta alat-alat kesenian kuda lumping menuju Sendang Kalipawon. Peralaan kuda lumping tersebut dibersihkan sejumlah sesepuh desa yaitu Budi Asmoro dan Raban dengan membacakan doa serta membasuh "Kiai Blaret" dan "Gagak Rimang" dengan air di Sendang Kalipawon. Semoga informasi yang disajikan sejauh ini berlaku. Anda juga mungkin ingin mempertimbangkan hal berikut:
Sembari membersihkan peralatan kuda lumping, para sesepuh terlihat memanjatan doa kepada Tuhan agar masyarakat Dusun Junggul selalu diberi kesejahteraan dan keselamatan. Setelah semua peralatan dibersihkan dan didoakan, seluruh penari kuda lumping juga membasuhkan air sendang tersebut ke tubuh mereka. "Jamasan peralatan kuda lumping ini merupakan ritual tahunan yang dilakukan setiap Selasa Kliwon menjelang bulan Ramadhan," kata Ketua Panitia Pelaksana Jamasan "Kiai Blaret" dan "Gagak Rimang, Much Khuyin. Tujuannya, menurutnya untuk memperkuat dan melestarikan kebudayaan Jawa, menambah guyub rukun para warga desa, dan juga menambah pamor dari Paguyuban Sarutomo. "Penyucian peralatan kuda lumping tersebut juga dimaksudkan untuk menghindari hal yang tidak diinginkan selama pentas berlangsung dan menghindari musibah yang kemungkinan terjadi selama pementasan kuda lumping," katanya. Selain membersikan peralatan kuda lumping, para pemain kuda lumping dari Paguyuban Sarutomo yang berjumlah 95 orang melakukan kirab budaya mengelilingi Desa Junggul yang disaksikan para warga sekitar dan menggelar pertunjukan di lapangan Dusun Junggul. "Jamasan ini merupakan ritual penutup menjelang Ramadahan. Sebelumnya telah dilakukan prosesi "Susuk Wangan" yaitu ritual doa bersama di dekat sumber air oleh seluruh warga masyarakat sebagai ucapan syukur atas melimpahnya sumber mata air," katanya. Selain itu, juga telah dilakukan prosesi "Nyadran" yaitu berdoa bersama di makam leluhur dan saling bertukar makanan, serta "Merti Dusun", yang ditandai dengan menanggap wayang.
Sembari membersihkan peralatan kuda lumping, para sesepuh terlihat memanjatan doa kepada Tuhan agar masyarakat Dusun Junggul selalu diberi kesejahteraan dan keselamatan. Setelah semua peralatan dibersihkan dan didoakan, seluruh penari kuda lumping juga membasuhkan air sendang tersebut ke tubuh mereka. "Jamasan peralatan kuda lumping ini merupakan ritual tahunan yang dilakukan setiap Selasa Kliwon menjelang bulan Ramadhan," kata Ketua Panitia Pelaksana Jamasan "Kiai Blaret" dan "Gagak Rimang, Much Khuyin. Tujuannya, menurutnya untuk memperkuat dan melestarikan kebudayaan Jawa, menambah guyub rukun para warga desa, dan juga menambah pamor dari Paguyuban Sarutomo. "Penyucian peralatan kuda lumping tersebut juga dimaksudkan untuk menghindari hal yang tidak diinginkan selama pentas berlangsung dan menghindari musibah yang kemungkinan terjadi selama pementasan kuda lumping," katanya. Selain membersikan peralatan kuda lumping, para pemain kuda lumping dari Paguyuban Sarutomo yang berjumlah 95 orang melakukan kirab budaya mengelilingi Desa Junggul yang disaksikan para warga sekitar dan menggelar pertunjukan di lapangan Dusun Junggul. "Jamasan ini merupakan ritual penutup menjelang Ramadahan. Sebelumnya telah dilakukan prosesi "Susuk Wangan" yaitu ritual doa bersama di dekat sumber air oleh seluruh warga masyarakat sebagai ucapan syukur atas melimpahnya sumber mata air," katanya. Selain itu, juga telah dilakukan prosesi "Nyadran" yaitu berdoa bersama di makam leluhur dan saling bertukar makanan, serta "Merti Dusun", yang ditandai dengan menanggap wayang.
. Setelah Anda terbiasa dengan ide-ide ini, Anda akan siap untuk pindah ke tingkat berikutnya.
No comments:
Post a Comment