JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum M Nazaruddin, Oc Kaligis, mengatakan, kliennya tidak akan pulang dalam waktu dekat. Pernyataan itu dikemukakan Kaligis untuk merespon pernyataan politikus Partai Demokrat, Ruhut Sitompul, yang mengatakan anggota komisi VII itu akan pulang sekitar tiga minggu lagi. Nazaruddin, mantan bendahara umum Partai Demokrat, itu saat ini dikabarkan berada di Singapura untuk menjalani pengobatan sakit jantung yang dideritanya. "Karena sekarang itu banyak politisasi dalam kasus-kasus yang menimpa dia (Nazaruddin). Jadi, enggak mungkin dia mau pulang dalam waktu-waktu dekat ini," kata Kaligis kepada wartawan di PN Jakarta Pusat, Selasa (28/6/2011). Kaligis menjelaskan, politisasi kliennya tersebut dapat dilihat dari beberapa hal. Pertama, Nazaruddin merasa diperlakukan sebagai tersangka, padahal, statusnya saat ini masih sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pembangunan Wisma Atlet Sea Games 2011 di Palembang. Kedua, Nazaruddin merasa pencegahannya ke luar negeri tidak wajar, karena dirinya belum ditetapkan sebagai tersangka. Mereka dari Anda tidak akrab dengan yang terakhir pada
sekarang memiliki setidaknya pemahaman dasar. Tapi ada lagi yang akan datang.
"Kemudian Anda bandingkan dengan beberapa orang yang lari ke Singapura, ya, kenapa itu tidak diperlakukan sama," katanya. Kaligis menuturkan, berbagai politisasi kasus menimpa kliennya itu telah dikumpulkan oleh beberapa pengacara di Singapura. Dia menilai, dalam hukum Internasional, sangat berbahaya jika Indonesia terus melakukan cara tersebut. "Dan, kalau misalnya nanti Nazar ditetapkan jadi tersangka, nanti kita akan masukan ke pengadilan Singapura. Kalau kasus ini dibuka di Singapura akan amat sangat mengerikan, karena di sana Indonesia itu tidak bisa berbohong," tuturnya. Dia menambahkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak bisa menjemput Nazaruddin ke Singapura, karena kompetensi KPK hanya di wilayah hukum Indonesia saja. Menurutnya, jika ada tim penjemput KPK datang ke Singapura pasti akan ditangkap, karena yang dapat memasuki negara tersebut hanya turis dan bussinesman. "Memang, peraturannya kan seperti itu. Makanya, saya cuma bilang, marilah kita koreksi masing-masing, karena tidak mungkin bendahara itu tidak mencatat seluruh uang masuk dan keluar. Jadi, kita tunggu saja tanggal mainnya," tukasnya. Seperti diberitakan, KPK sendiri sudah dua kali melayangkan panggilan kepada Nazaruddin. Pertama, terkait penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan di Departemen Pendidikan Nasional pada 2007, yaitu di Direktorat Jenderal Pendidikan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Depdiknas. Kedua, sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pembangunan wisma atlet SEA Games di Palembang, Sumatera Selatan. Namun, Nazaruddin selalu mangkir dari panggilan tersebut.
sekarang memiliki setidaknya pemahaman dasar. Tapi ada lagi yang akan datang.
"Kemudian Anda bandingkan dengan beberapa orang yang lari ke Singapura, ya, kenapa itu tidak diperlakukan sama," katanya. Kaligis menuturkan, berbagai politisasi kasus menimpa kliennya itu telah dikumpulkan oleh beberapa pengacara di Singapura. Dia menilai, dalam hukum Internasional, sangat berbahaya jika Indonesia terus melakukan cara tersebut. "Dan, kalau misalnya nanti Nazar ditetapkan jadi tersangka, nanti kita akan masukan ke pengadilan Singapura. Kalau kasus ini dibuka di Singapura akan amat sangat mengerikan, karena di sana Indonesia itu tidak bisa berbohong," tuturnya. Dia menambahkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak bisa menjemput Nazaruddin ke Singapura, karena kompetensi KPK hanya di wilayah hukum Indonesia saja. Menurutnya, jika ada tim penjemput KPK datang ke Singapura pasti akan ditangkap, karena yang dapat memasuki negara tersebut hanya turis dan bussinesman. "Memang, peraturannya kan seperti itu. Makanya, saya cuma bilang, marilah kita koreksi masing-masing, karena tidak mungkin bendahara itu tidak mencatat seluruh uang masuk dan keluar. Jadi, kita tunggu saja tanggal mainnya," tukasnya. Seperti diberitakan, KPK sendiri sudah dua kali melayangkan panggilan kepada Nazaruddin. Pertama, terkait penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan di Departemen Pendidikan Nasional pada 2007, yaitu di Direktorat Jenderal Pendidikan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Depdiknas. Kedua, sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pembangunan wisma atlet SEA Games di Palembang, Sumatera Selatan. Namun, Nazaruddin selalu mangkir dari panggilan tersebut.
yang nonesensial? Kita semua melihat hal-hal dari sudut yang berbeda, sehingga sesuatu yang relatif tidak signifikan untuk yang satu akan sangat penting untuk yang lain.
No comments:
Post a Comment