, dan jika Anda tertarik, maka ini patut dibaca, karena Anda tidak pernah tahu apa yang Anda tidak tahu.
Oleh Th Pudjo Widijanto
Bolehterus terjadi perubahansosial dalam perjalanan sejarah manusia.Namun,keyakinan atau alam pikir religiusitas sebagai fondasi hidup bagi sebuah komunitas masyarakat, sepertinya tak mudah tergilas.Modernisasi yang pekat membawa pesan kapitalisme, boleh berkiprah sampaike masyarakat akar rumput, tetapi ada sebuah benteng keteguhan dimasyarakat, yaitu konsep hidup. Pemikiran itu yang muncul selepas menyaksikan pementasan tari bejudulLaku Segara Gunung karyakoreografer Hendro Martono, dosenInsitut Seni Indonesia (ISI)Yogyakarta, di Dusun Suru, Desa Kemadang, danPantai Baron, KecamatanTepus, Gunung Kidul, DI Yogyakarta, Kamis (9/6). Tarian itu digelar di alam terbuka, mengisahkan tentang perubahan sosial kehidupan masyarakatDusun Suru yang awalnya hidup sebagaipetani, yang ingin mengembangkanperikehidupanperikanan dan pariwisata diPantai Baron,yang letaknyahanya sekitar 3 kilometer dari dusun mereka. Ada dua pengadegankarya Hendro ini. Pertama, penggambaran keterpurukan masyarakat DusunSuru saat hidup di dunia pertanian. Setting adeganini menempati lahanpekarangan seorang warga sebagai pusat pementasan. Pengadegan keduamenggunakan setting Pantai Baron, yang mengisahkanNyai Roro Kidul,menyambut kehadiran para petani yang ingin mengais hidup dari pantaiselatan Dalam tarian pertama digambarkan betapa tersiksanya DewiSri (dewi padi), dewi kemakmuran yang dianggap sebagai putri agung yangmenjaga kesejahteraan hidup mereka. Dewi Sri seperti tak berdaya,tergempur oleh rusaknya lahan pertanian karena kemiskinan warga yang takmampu lagi merawat lahan. Di balik itu para pemuda desa yang diharapkanmampu menyerap teknologi baru dalam pertanian justru tak peduli danmalah terseret oleh kehidupan modernisasi. Kondisi itudigambarkanlewat tokoh Dewi Sri yangdikeroyok oleh hama dan terjerat olehjaring-jaring yang membuatnya tak berdaya. Dalam tarian pertamaini Hendro memang ingin memotret secara keseluruhan dinamika masyarakatdesa dalam menjalani hidup keseharian. Karena itu, karya ini lantas bisadikatakan sebagai drama tarikarena Hendro memasukkan unsur-unsurdialog. Ketika warga bingungberkisah tentangketandusantanahnya,ketika warga terjerat oleh praktik rentenir, ketika hidup gotong royongmenghilang dari desa, semua digambarkan dalam dialog, yang intinyamempertegas gerak-gerak tari yang ditampilkan. Setelah Anda mulai bergerak melampaui informasi latar belakang dasar, Anda mulai menyadari bahwa ada lebih banyakdari Anda mungkin memiliki pikiran pertama.
Sakral Adegankedua yang berlangsung di Pantai Baron terkesan megah sekaligus sakral.Dalam adegan inilah Hendro berhasil membangun imajibagaimana sikapreligius masyarakat dalam menjalani perpindahan dari hidup bertani kekehidupan laut, dengan mengadakan sedekah laut. Kehadiran Nyi Roro Kiduldigambarkan secara magissaat muncul dari laut. Berkostumserba hijau Nyi Roro Kidul berdiri di ujung depan kapal, diiringi para perempuandayang yang berseragam putih-putih yang berjajar memenuhi perahu. Denganmengibas-ibaskan kain biru yang berkibar-kibar tertiup angin laut,semakin menambah wibawa pemunculanNyi Ratu Kidul. Tidak adakaidah pasti untuk menyebut sebagai mahakarya. Demikian juga untuk karyaHendro ini, tidak gampang disebut sebagai mahakarya.Namun, sedikitnyakarya initelah memberikan alternatif baru untuk sebuah repertoarpergelaran tari. Mengabaikan teknik pemanggungan, tetapi menggunakanalam terbuka sebagai ruang ekspresi, membedah jarak antara panggung danpenonton. Didukung oleh sekitar 100 orangyang 75 persen berasaldari warga Dusun Suru, karya ini tercipta dalam proses pergumulandengan waktu yang sangat panjang. Tidak main-main, selama 10 tahunHendro melakukan penelitian di Dusun Suru, sampai akhirnya melahirkankarya ini. Saya ingin membuktikan bahwa sebuah gagasan itu tidakhanya berhenti dalam kertas-kertas karyaintelektual. Artinya, tidakhanya mengagung-agungkan gagasan, tetapi harus mampu menyulap gagasanmenjadi sebuah proses yang menghasilkan gaya dan kebaruan artistik,kata Hendro Martono. Karya tari ini memang wujud dari simpulan ilmiah, daridisertasi Hendro Martono yang berjudul Gunung Segoro:Perubahan Sosial dengan Pendekatan Koreografi Lingkungan untuk meraihgelar doktor. Gelaran tari karya Hendro itujuga menjadi saksi pertamasebagai sebuah peristiwa yang tak lazim: ujian ilmiah dengan langsungmenggelar karya di alam terbuka, disaksikan bukan hanya promotornya,Prof DrSumandiyohadi Hadi dan Prof Sardono W Kusumo, tetapi jugadigelar untuk dinilai para penguji dan disaksikan oleh masyarakat luas. Memangkarya ini sekaligus untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa karyailmiah itu benar-benar wujud nyata dari keseharian masyarakat,kataSt Sunardi, salah satu penguji karya tari itu.
. OK, mungkin bukan pakar. Tapi Anda harus memiliki sesuatu untuk membawa ke meja waktu berikutnya Anda bergabung dengan diskusi tentang
.
No comments:
Post a Comment