dalam paragraf berikut. Jika ada setidaknya satu fakta anda tidak tahu sebelumnya, bayangkan perbedaan itu bisa membuat.
SURABAYA, KOMPAS.com " Terminologi gaya kepemimpinan intervensionistis yang akan diterapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono setelah melakukan reshuffle kabinet dinilai sebagai hal yang tidak jelas. "Terminologi gaya kepemimpinan intervensionistis itu jangan-jangan hanya ungkapan spotanitas saja yang tidak punya makna apa-apa," kata Abdul Aziz SR, pengajar pada Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Senin (3/10/2011) di Surabaya. Sekarang kita telah membahas aspek-aspek
, mari kita kembali kepada beberapa faktor lain yang perlu dipertimbangkan.
Rencana Presiden SBY mengubah gaya kepemimpinannya dengan gaya kepemimpinan intervensionistis itu disampaikan Staf Khusus bidang Komunikasi Politik Presiden Daniel Sparinga di Jakarta, Sabtu lalu. Perubahan gaya itu menyusul reshuffle kabinet. Menurut Aziz, sudah menjadi karakter Presiden SBY yang menyebut kebijakannya dengan terminologi-terminologi tertentu yang terkesan menarik, tetapi sebenarnya tidak pernah ada wujudnya dalam implementasi. " Lihat saja, SBY pernah bilang saya akan berdiri di garis depan dalam pemberantasan korupsi. Ada lagi pedang sudah dihunus untuk membasmi korupsi. Tetapi mana wujudnya? Mana implementasinya?" kata Aziz yang juga Direktur Eksekutif Centre for Public Policy Studies Surabaya ini. Menurut Aziz, tidak efektifnya pemerintahan SBY selama ini bukan terletak pada gaya kepemimpinan semata. Akan tetapi, karena SBY sendiri lemah dalam manajemen pemerintahan. SBY tidak tegas dalam mengarahkan para menterinya dan mengeksekusi kebijakan. "Sebagian besar menterinya tidak memiliki kapasitas yang memadai. SBY tak kuasa keluar dari lingkaran kepentingan pragmatis partai-partai anggota koalisi. Pemerintahan SBY suka sekali menunda dan menumpuk masalah. Tak ada yang tuntas ditangani," tambah Aziz.
, mari kita kembali kepada beberapa faktor lain yang perlu dipertimbangkan.
Rencana Presiden SBY mengubah gaya kepemimpinannya dengan gaya kepemimpinan intervensionistis itu disampaikan Staf Khusus bidang Komunikasi Politik Presiden Daniel Sparinga di Jakarta, Sabtu lalu. Perubahan gaya itu menyusul reshuffle kabinet. Menurut Aziz, sudah menjadi karakter Presiden SBY yang menyebut kebijakannya dengan terminologi-terminologi tertentu yang terkesan menarik, tetapi sebenarnya tidak pernah ada wujudnya dalam implementasi. " Lihat saja, SBY pernah bilang saya akan berdiri di garis depan dalam pemberantasan korupsi. Ada lagi pedang sudah dihunus untuk membasmi korupsi. Tetapi mana wujudnya? Mana implementasinya?" kata Aziz yang juga Direktur Eksekutif Centre for Public Policy Studies Surabaya ini. Menurut Aziz, tidak efektifnya pemerintahan SBY selama ini bukan terletak pada gaya kepemimpinan semata. Akan tetapi, karena SBY sendiri lemah dalam manajemen pemerintahan. SBY tidak tegas dalam mengarahkan para menterinya dan mengeksekusi kebijakan. "Sebagian besar menterinya tidak memiliki kapasitas yang memadai. SBY tak kuasa keluar dari lingkaran kepentingan pragmatis partai-partai anggota koalisi. Pemerintahan SBY suka sekali menunda dan menumpuk masalah. Tak ada yang tuntas ditangani," tambah Aziz.
untuk membuat padat, memotong informasi pilihan di atas faktor ketakutan. Jika Anda menerapkan apa yang baru saja belajar tentang
, Anda seharusnya tidak perlu khawatir.
No comments:
Post a Comment